Kabar dunia terupdate – Setelah mengalami tekanan di bulan Mei, pasar finansial Indonesia dapat memulai perdagangan bulan Juni terhadap hari ini. Tekanan koreksi world membayangi rilis inflasi nasional terhadap hari ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan lantas sempat jeblok hingga nyaris 10% ke 6.509,879, yang merupakan level terlemah sejak awal Desember tahun lalu. Namun, pelemahan terpangkas menjadi 1,1% ke 7.148,99 sepanjang Mei.
Investor asing tercatat masih yakin memburu aset berisiko tinggi nasional tersebut, dengan nilai pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 2,61 triliun. Sebanyak 511 miliar berganti tangan sepanjang Mei, dengan nilai transaksi Rp 417,2 triliun.
Pemantulan(rebound) IHSG yang impresif berikut tak mampu dikejar rupiah. Mata Uang Garuda tercatat melemah 0,59% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.580/US$, setelah pada mulanya sempat terpuruk hingga ke kisaran Rp 14.730/US$.
Nasib rupiah sebenarnya tengah kurang baik. Pada pertengahan Mei, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata duwit utama dunia) menyentuh 104,851, tertinggi sejak 2002 atau 20 tahun lalu.
Dengan kata lain, dolar AS tengah kuat-kuatnya diburu pemodal world sehingga berimbas terhadap depresiasi rupiah. Penguatan dolar AS berjalan gara-gara Negeri Sam berikut tengah bersiap memasuki era suku bunga tinggi dengan kenaikan suku bunga acuan (Fed Funds Rate).
Kenaikan suku bunga acuan, lebih-lebih secara agresif, dapat sebabkan imbalan investasi di aset berbasis dolar AS ikut terangkat. Akibatnya, arus modal dapat lebih tertuju di Negeri Sam sehingga sebabkan mata duwit lain melemah, termasuk rupiah.
Kabar terbaru, Gedung Putih termasuk sudah menambahkan restu konsep bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menambah suku bunga acuan secara agresif. Presiden AS Joseph ‘Joe’ Biden tunjukkan menghargai penuh independensi The Fed didalam usaha pengendalian inflasi.
“Bapak Presiden menggarisbawahi bahwa beliau menghargai independensi The Fed,” kata Brian Deese, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS.
Kini, pasar memperkirakan suku bunga acuan AS dapat berada di 2,75%-3% terhadap akhir tahun nanti. Mengutip CME FedWatch, kemungkinannya menggapai 56,8%.
Christopher Waller, bagian Dewan Gubernur The Fed, tunjukkan pihaknya dapat all out meredam inflasi. Saat ini inflasi di AS berada di atas 8% yang merupakan level tertinggi didalam 40 tahun terakhir, jauh di atas obyek The Fed yakni 2%.
Di segi lain, pasar obligasi termasuk mengalami tekanan, keluar berasal dari imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang mengalami kenaikan 29,8 basis poin (bp) ke 7,047%. Artinya, harga tengah melemah gara-gara investor lakukan aksi jual yang tunjukkan optimisme atas prospek aset berisiko di luar aman haven tersebut.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah terhadap penutupan perdagangan Rabu (1/6/2022) di tengah kekuatiran dapat keadaan ekonomi Negara Adidaya berikut usai pergerakan volatil terhadap Mei.
Dow Jones drop 176,89 poin (-0,5%) ke 32.813,23 setelah sempat berayun dengan rentang lebar, berasal dari reli lebih berasal dari 280 poin dan koreksi hingga 400 poin. Sementara itu, S&P 500 melemah 0,8% ke 4.101,23 dan Nasdaq mundur 0,7% ke 11.994,46.
“Kita kemungkinan lihat volatilitas di pertengahan awal Juni, dan kemungkinan porsi yang cukup sepanjang Juni, gara-gara kami tak dapat mendapati informasi yang melegakan sebelum itu,” tutur Kepala Perencana Investasi SoFi Liz Young kepada CNBC International.
Saham finansial mencetak kinerja terburuk di indeks S&P 500 diperberat oleh koreksi Goldman Sachs dan JPMorgan Chase sebesar 1% lebih. Saham material dan perjalanan menyusul dan sebaliknya saham teknologi masih menguat.
Kekhawatiran yang membayangi benak pasar terlebih berasal berasal dari kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memperketat moneternya dengan menambah suku bunga acuan dan membalik impuls sepanjang pandemi.
Hari Rabu termasuk menjadi awal pelaksanaan konsep The Fed untuk mengurangi neraca keuangannya (balance sheet), yang sudah menggelembung hingga nyaris US$ 9 triliun sepanjang pandemi Covid.
Pengurangan dijalankan dengan menjual surat punya nilai yang pada mulanya diburu, guna menyerap likuiditas berlebih di pasar. Di segi lain, suku bunga acuan sudah dinaikkan dua kali sepanjang tahun ini, dengan salah satu kenaikan sebesar 50 basis poin (bp). Ke depan, kenaikan suku bunga diprediksi masih terbuka guna menjinakkan inflasi.
Kecemasan dapat agresivitas pengetatan moneter kian memuncak setelah Institute for Supply Management (ISM) melaporkan Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) di angka 56,1 terhadap Mei, naik berasal dari posisi sebulan pada mulanya sebesar 55,4.
Artinya, sektor manufaktur masih ekspansif, sehingga diprediksi kenaikan suku bunga tidak terlampau memukul sektor riil. Hanya saja, pembukaan lapangan kerja justru anjlok terhadap April yang mengindikasikan bahwa ekonomi masih perlu traksi untuk bertumbuh.
Sepanjang Mei, Dow Jones dan S&P 500 relatif tak bergerak jauh, dengan koreksi tipis saat Nasdaq ambrol lebih berasal dari 2%. Namun secara historis, S&P 500 termasuk sudah memasuk pasar bearish bulan lalu, dengan koreksi lebih berasal dari 20% berasal dari rekor tertingginya. Nasdaq turun kira-kira 26% berasal dari posisi tertingginya.
Kamis ini merupakan hari perdagangan pertama di bulan Juni. Pelaku pasar dapat memantau rilis data inflasi untuk mendapatkan “ketenangan” didalam berbelanja saham. Mei merupakan periode di mana efek perang Ukraina dapat keluar di Tanah Air.
Badan Pusat Statistik (BPS) dapat mengumumkan inflasi Mei pagi ini. Pada April lalu, inflasi menembus 0,95% (bulanan) atau menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017. Secara tahunan, inflasi melonjak 3,47% di April, atau yang tertinggi sejak Agustus 2019.
Namun, sepertinya investor masih mampu menghambat nafas lefa gara-gara meski inflasi tahunan Mei diperkirakan masih melambung, inflasi bulanan masih melandai. Inflasi tahunan meninggi gara-gara basis yang rendah terhadap tahun lantas akibat pandemi, saat inflasi bulanan yang mencerminkan tren tahun ini (di tengah perang Ukraina) diprediksi masih aman.
dari 13 institusi memperkirakan inflasi Mei menembus angka 3,55% (secara tahunan). Level berikut dapat menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017 atau didalam lima tahun paling akhir di mana terhadap saat itu inflasi tercatat 3,61%. Namun inlasi bulanan diprediksi di angka 0,41% atau melandai berasal dari pada mulanya 0,95%.
Polling inflasi berasal dari konsensus pasar berikut sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) terhadap minggu IV, inflasi Mei diperkirakan 0,35% (bulanan) dan 3,5% (tahunan).
Tanda inflasi yang melandai mampu menambahkan sentimen positif ke pasar modal. Sebab, tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menambah suku bunga menjadi lebih kecil. BI sendiri optimistis inflasi tahun ini masih terkendali, meski dapat sedikit di atas 4%.
Dengan suku bunga acuan nasional (BI 7-Day Reverse Repo Rate) ditahan di rekor paling rendah sepanjang era terhadap 3,5%, momentum perkembangan ekonomi pun terjaga di tengah menguatnya risiko ekonomi world akibat perang Ukraina.
Konfirmasi lebih lanjut tentang prospek perkembangan ekonomi Indonesia mampu ditemukan di rilis data kegiatan sektor manufaktur Indonesia bulan Mei. Sebelumnya di bulan April, kegiatan sektor manufaktur yang diamati berasal dari Purchasing Managers’ Index (PMI) mengalami kenaikan menjadi 51,9 berasal dari bulan pada mulanya 51,3.
Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, dan di bawah itu tunjukkan tanda-tanda kontraksi. Menurut proyeksi Tradingeconomics, indeks PMI sektor manufaktur Indonesia berikut dapat masih aman di angka 51,8.
Jika data inflasi dan indeks PMI berikut aman, maka pelaku pasar punya alasan kuat untuk tenang berbelanja saham-saham unggulan. Hanya saja, angin world masih jelek setelah bursa AS melemah gara-gara investor lakukan aksi jual gara-gara khawatir dengan prospek ekonomi dunia di tengah kenaikan suku bunga acuan AS secara agresif.
Berikut sebagian data ekonomi yang dapat dirilis hari ini:
Pertemuan setingkat menteri bagian OPEC (tentatif)
Stok minyak mentah AS versi API (03:30 WIB)
Rilis PMI manufaktur RI versi S&P (07:30 WIB)
Inflasi RI per Mei (11:00 WIB)
RUPSLB PT Grand House Mulia Tbk/HOMI (10:00 WIB)
RUPST PT Metrodata Electronics Tbk/MTDL (10:00 WIB)
RUPST PT Total Bangun Persada Tbk/TOTL (10:00 WIB)
RUPST PT Pioneerindo Gourmet International Tbk/PTSP (10:00 WIB)
RUPST PT Kurniamitra Duta Sentosa Tbk/KMDS (10:30 WIB)
Klaim tunjangan penganggurab AS (19:30 WIB)
Stok BBM AS versi EIA (22:00 WIB)