Hubungan Hukum Dokter & Pasien

Hubungan dokter bersama dengan pasien adalah interaksi yang unik, dokter sebagai pemberi layanan kebugaran dan pasien sebagai penerima layanan kesehatan. Dokter yang ahli dan pasien yang awam, dokter yang sehat dan pasien yang sakit.

Hubungan tanggungjawab tidak sebanding itu, memicu pasien yang karena keawamannya tidak menyadari apa yang berlangsung pada kala tindakan medik dilakukan, perihal ini dimungkinkan karena Info dari dokter tidak selamanya dimengerti oleh pasien.

Seringkali pasien tidak menyadari itu, menduga sudah berlangsung kesalahan/kelalaian, sehingga dokter diminta untuk mengganti kerugian yang dideritanya. Yang seringkali menjadi pendapat yang keliru adalah bahwa tiap-tiap kesalahan/kelalaian yang diperbuat oleh dokter harus mendapat gantirugi. Bahkan kadang-kadang kalau tersedia sesuatu perihal yang dikira berlangsung malpraktek, maka dipakai oleh pasien sebagai peluang untuk memaksa dokter membayar rubah rugi.

Pada pemilihan bersalah tidaknya dokter dan pembayaran rubah rugi harus dibuktikan terlebih dahulu dan ditentukan oleh hakim di Pengadilan. Masalahnya dokter benar-benar rentan pada publikasi, sehingga seringkali dokter yang enggan menjadi sorotan di sarana massa, membayar komplain pasien, tanpa lewat proses hukum.

Kesalahan ini sering disalah memakai oleh pasien, memicu dokter bakal melindungi dirinya bersama dengan berbagai langkah untuk menghindari gugatan dari pasien. Salah satu langkah yaitu bersama dengan mengalihkan tanggungjawab kepada pihak ketiga yaitu asuransi ; atau bekerja ekstra hati-hati. Pada gilirannya pasien juga yang rugi, karena biaya pengobatan menjadi lebih besar dan pasien yang harus menanggung bebanpada saat jasa referat kedokteran .

Sebenarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melakukan profesi medis, merupakan suatu perihal yang mutlak untuk dibicarakan dan diketahui oleh para dokter pada umumnya, perihal ini disebabkan karena akibat kesalahan dan kelalaian dapat mengundang dampak yang benar-benar merugikan.

Selain menyebabkan kerusakan atau kurangi keyakinan masyarakat pada profesi kedokteran juga mengundang kerugian pada pasien. Untuk menyadari tersedia tidaknya kesalahan atau kelalaian tersebut, terlebih dahulu kesalahan atau kelalaian pelaksanaan profesi harus diletakkan berhadapan bersama dengan kewajiban profesi di samping memperhatikan aspek hukum yang mendasari terjadinya interaksi hukum antara dokter bersama dengan pasien yang bersumber pada transaksi terapeutik.

Kalau dilihat dari kaca mata hukum, interaksi antara pasien bersama dengan dokter juga dalam area lingkup perjanjian (transaksi terapeutik) karena terdapatnya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kebugaran atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan terapeutik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Perjanjian terapeutik miliki sifat dan ciri yang khusus, tidak sama bersama dengan sifat dan ciri perjanjian pada umumnya, karena object perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan “kesembuhan” pasien, melainkan melacak “upaya” yang tepat untuk kesembuhan pasien.

Perjanjian dokter bersama dengan pasien juga pada perjanjian tentang “upaya” atau disebut ( Inspaningsverbintenis ) bukan perjanjian tentang “hasil” atau disebut ( Resultaatverbintenis ). Hubungan hukum antara pasien bersama dengan dokter dapat berlangsung antara lain karena ; pasien sendiri yang berkunjung ke dokter untuk menghendaki pemberian mengobati sakit yang dideritanya, dalam suasana seperti ini berlangsung persetujuan kemauan antara kedua belah pihak, dan berlangsung interaksi hukum yang bersumber dari keyakinan pasien pada dokter, sehingga pasien bersedia menambahkan persetujuan tindakan medik ( informed consent ).

Di Indonesia informed consent sudah mendapatkan justifikasi yuridis lewat Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/Menkes/1989. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dalam praktik banyak mengalami kendala, karena aspek bahasa, aspek campur tangan keluarga atau pihak ketiga dalam perihal menambahkan persetujuan, aspek perbedaan keperluan antara dokter dan pasien, dan aspek lainnya.

Sebab dalam rencana ini dokter cuma berkewajiban melakukan layanan kebugaran bersama dengan penuh kesungguhan, bersama dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan perhatiannya sesuai bersama dengan standard profesinya. Jadi Seorang dokter dapat dikatakan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan profesinya, andaikata dia tidak memenuhi kewajibannya bersama dengan baik, yang berdasarkan kemampuan tertinggi yang dimilikinya sesuai bersama dengan standard operasional (SOP).

Leave a Reply